Tuesday 16 July 2013

Kisruh Kuota Impor Sapi: Bukti Tesis Perdagangan Bebas?


Harga Daging sapi Indonesia Termahal di Dunia!
Beny Trias Oktora
an economist wanna be...

Memang bisa dimaklumi bahwa setiap negara punya visi untuk memajukan industrinya. Dengan semangat itu setiap negara akan membuat kebijakan yang arahnya menguntungkan industri dalam negeri. Bagaimana arah kebijakan pemerintah dalam rangka memajukan industri dalam negeri? Tentu di awal anak tangga pertama adalah dengan memanjakan industri yang sifatnya padat tenaga kerja serta berteknologi sederhana semisal tekstil, manufaktur produk minuman dan makanan dan industri sejenisnya. Hal ini disesuaikan dengan sifat dasar pengembangan perekonomian suatu negara yang pola banyak diadopsi sepanjang pembangunan ekonomi. Saya merujuk bagaimana revolusi industri di Inggris dimulai dengan pengembangan tekstil. Serta pola-pola yang diterapkan oleh negara-negara Asia Timur semisal Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan dan tentunya Indonesia. Begitu seterusnya mengikuti tingkat kesulitan dari industri di anak tangga selanjutnya.

Beberapa negara memang diuntungkan dengan memproteksi industri dalam negeri sehingga dalam kurun waktu tertentu akan memajukan industri dalam negeri sehingga dapat dilepas tanpa proteksi. Di sisi yang bertolak belakang ada negara yang berlarut-larut dalam kekisruhan dengan dalih perlindungan industri dalam negeri. Siapa yang akan mendapatkan "pain" jauh lebih besar dari kebijakan proteksi industri dalam negeri? Tentunya adalah konsumen.

Dengan merujuk pada ketentuan WTO dimana negara-negara di dunia ketiga punya masa tertentu untuk tetap memproteksi industri dalam negeri sampai industri dalam negeri itu bisa berkompetisi dengan peer nya dari negara lain, dapat diperkirakan bahwa masa transisi untuk menyiapkan industri dalam negeri tangguh menghadapi persaingan dengan peer - nya dari negara lain merupakan masa-masa krusial. Banyak "tangan" yang akan turut serta merubah peta alokasi. Ini dapat dideteksi lebih awal karena model-model proteksi bukan merupakan model baru melainkan permainan lama yang sudah banyak dipelajari dan dibukukan di fakultas-fakultas ekonomi. Pasar yang awal terbuka bisa diakses oleh siapa saja dengan adanya proteksi maka impor barang dibatasi maka akan memunculkan kelangkaan barang dan siapa saja yang boleh mengimpor. 

Dampak yang akan segera terasa tentunya adalah kelangkaan barang karena adanya pembatasan barang. Lalu pembatasan impor dilakukan dengan memberi beberapa perusahaan "jatah" impor. Lebih jauh lagi, terbatasnya barang akan menaikan harga. Bagaimana menentukan "jatah" impor kepada perusahaan importir? Pengelolaan pembatasan impor yang tidak canggih akan menambah "pain" yang jauh lebih besar. Harga yang terkerek naik ditambah perilaku korup dari penyelenggara negara merupakan kombinasi yang merusak perekonomian.

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, apakah perdagangan bebas menunjukan bukti dengan kisruh daging sapi dengan memperlihatkan bukti pertama bahwa perdagangan yang dibatasi merugikan konsumen lalu tingkah korup dari penyelenggara negara? Sebaiknya penulis menguraikannya secara jernih satu per satu. Tesis perdagangan bebas menekankan bahwa pembatasan perdagangan menaikan harga karena negara membatasi pasokan barang yang tidak bisa mereka produksi dari dalam negeri sementara konsumsi pada level yang sama akan mendorong harga naik. Dengan mekanisme apapun, harga-harga akan terkerek naik. Harga daging sapi (saat penulis meng edit tulisan ini) masih di tingkat harga Rp. 100.000 http://finance.detik.com/read/2013/07/17/125826/2305471/4/harga-daging-tembus-rp-120-ribu-cabai-turun-jadi-rp-80-ribu-di-grogol?f9911023 yang sebelumnya dikisaran Rp. 50.000. Adapun dampak pengelolaan yang salah karena mental aji mumpung juga terjadi jika kita membaca berita penyelenggara negara yang terlibat suap dari pengelolaan kuota daging sapi impor ini.

Penulis berargumen bahwa tesis perdagangan bebas sepenunya terbukti dari kisruh pembatasan daging sapi impor bahwa pembatasan barang dengan dalih apapun akan menaikan harga barang karena alasan yang  sederhana yaitu kelangkaan barang disaat yang bersamaan industri dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhannya. Dampak ikutan terjadi karena sistem pembatasan kuota impor tidak dibuat dengan baik sehingga banyak "tangan" yang terlibat hanya untuk mencari "rente". Semoga bermanfaat.