Kegiatan PNPM Mandiri |
Biarkan si miskin yang memutuskan: potret penanggulangan kemiskinan
melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan
Beny Trias Oktora, SE, MA
economist wanna be…
benytriasoktora.blogspot.com
1. Latar belakang
Dunia yang kita tinggali berkutat pada beberapa
permasalahan yang belum tuntas terselesaikan sejak peradaban modern terbangun dengan
prinsip persamaan yang selalu didengungkan. Wabah penyakit, perang sekterian, kemiskinan,
pemakaian obat terlarang dan masih banyak lagi permasalahan menjadi tantangan
bagi pemimpin dunia. Saat ini, salah satu permasalahan dunia yang coba untuk
diselesaikan untuk meringankan beban dunia adalah pengentasan kemiskinan.
Agenda besar yang diusung oleh PBB adalah pengentasan kemiskinan yang pada
tahun 2015 dapat benar-benar tercapai. Beberapa sektor menjadi target yang
harus dicapai oleh negara-negara anggota PBB.
Selain menjadi agenda besar dunia, di dalam negeri pun
kemiskinan menjadi permasalahan yang terus coba diselesaikan. Di dalam negeri,
kemiskinan menjadi perhatian banyak pihak baik pihak pemerintah, swasta maupun
perorangan. Aksi dari masing-masing pihak untuk mengentaskan kemiskinan sangat
beragam. Pemerintah dengan kewenangan yang terlegitimasi dapat berperan dengan
dua saluran. Saluran pertama melalui skema penerimaan yakni pajak progresif
bagi warga negara atau badan usaha yang berpenghasilan besar. Ataupun skema
penerimaan lain yakni penerimaan negara bukan pajak. Tujuan pemerintah untuk
memungut pajak dan pungutan lainnya adalah dalam menjalani peran sebagai
pemerataan kesejahteraan. Saluran kedua melalui skema pengeluaran yakni belanja
publik yang diarahkan untuk memberikan akses ekonomi, sosial dan infrastruktur
kepada publik.
Pihak swasta dengan sumber daya
berlimpah disamping memenuhi pajak penghasilan juga mempunyai kewajiban sosial lewat
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau yang lebih dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Lewat
CSR, perusahaan besar berkewajiban untuk membina masyarakat disekeliling
operasi mereka dengan beragam program dengan fokus untuk berandil juga dalam
penanggulangan kemiskinan. Individu atau rumah tangga yang mempunyai sejumlah
kekayaan yang berlebih secara mudah dan praktis mendonasikan sebagian hartanya
kepada si miskin tanpa harus tahu apakah prinsip keberlanjutan dari aksi
mereka. Semua model penanggulangan kemiskinan tersebut sebelumnya merupakan
proses yang datangnya dari atas ke bawah yang istilah kerennya top-down. Pembangunan bersifat top-down sering menemui kendala karena
adanya ketimpangan antara keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat.
Sehingga eksekusi program sering terjadi penundaan.
Tulisan ini mencoba untuk melihat bentuk lain
penanggulangan kemiskinan yang mengusung tema bahwa si miskin atau masyarakat
tahu apa yang mereka butuhkan, bisa mengeksekusi sendiri dan bisa menerapkan
kontrol serta bisa mempertanggungjawabkannya. Ini adalah inti penanggulangan
kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan dimana masyarakat yang
merencanakan, melaksanakan, mengkontrol dan mempertanggungjawabkan. Bagian 2
tulisan ini mengulas definisi kemiskinan yang berevolusi dari waktu ke waktu.
Pandangan lama mendefinisikan kemiskinan dengan sangat sederhana dengan
mengkuantifikasikan kemiskinan. Bangladesh dan Brazil sukses mengimplementasikan
model penanggulangan kemiskinan. Model-model tersebut saya ulas secara ringkas di
bagian 3 tulisan ini. Bagian 4 tulisan ini membahas bagaiman mekanisme PNPM
Mandiri Perdesaan dan Perkotaan berjalan. Bagian terakhir tulisan ini
merumuskan beberapa poin komentar penutup.
2. Apa itu kemiskinan
Kemiskinan punya banyak sudut pandang yang selama
peradaban modern manusia terus-menerus berevolusi mencari definisi yang sesuai
dengan kekinian kondisi ekonomi, sosial, demokrasi dan budaya. Faktor kekinian
ekonomi, sosial, demokrasi dan budaya memandang kemiskinan dengan cakupan luas
yang memudahkan untuk mencari resep yang sesuai untuk penanggulangan
kemiskinan. Penekanan pada sisi ekonomi berkaitan dengan paradigma pembangunan
pasca perang dunia kedua yang juga condong pada sisi ekonomi. Pelekatan
pembangunan dengan kecondongan pada faktor ekonomi pada akhirnya menciptakan teori,
pendekatan dan pengukuran kemiskinan dengan sudut pandang ekonomi. Contohnya
adalah bagaimana rerata dari pendapatan suatu negara yang dibagi dengan jumlah
penduduk suatu negara. Simplikasi seperti ini menghasilkan pengukuran
kemiskinan yang kabur. Untuk masyarakat pedalaman yang hidupnya sangat
sederhana dimana sumber makanan, kebutuhan kesehatan dan sekalipun hiburan
sangatlah tidak memenuhi standar kehidupan peradaban modern. Pemaksaan pada
standar hidup modern kepada suku pedalaman seperti suku Baduy (baik Suku Baduy
Putih maupun Suku Baduy Hitam) di Provinsi Banten justru akan menimbulkan
konflik. Sehingga faktor non ekonomi menjadi kesatuan yang proporsional dengan
faktor ekonomi dalam perumusan kemiskinan.
Faktor non ekonomi berperan dalam
merumuskan kemiskinan. Campuran beberapa faktor ditimbang akan mempermudah
dalam implementasi pendekatan penanggulangan kemiskinan. Beberapa faktor
menjadi komponen dalam mendefinisikan kemiskinan yakni faktor sosial, faktor
demokrasi dan faktor budaya. Faktor sosial berperan dalam mengkonstruksi hubungan
antar manusia yang terikat dengan baik sehingga tercipta hubungan yang
menguntungkan. Jika kita menyimak berita di media televisi yang menyajikan
konflik yang awalnya dari perkara sepele menjadi begitu besar menimbulkan
kerusakan fisik dan non fisik. Dampaknya sangat jelas perampasan hak-hak
individu yang tak terbatas pada hak ekonomi individu akibat kohesi sosial yang
buruk.
Melalui demokrasi, individu bersuara untuk merubah banyak
hal untuk kemasyalahatan bersama. Pemahaman demokrasi bukan soal mayoritas suara
lalu bisa sekehendak hati mengatur si minoritas. Dalam demokrasi terkandung
esensi yang lebih bernilai dari sekedar suara terbanyak yakni harapan.
Partisipasi rakyat untuk membentuk pemerintahan bukan sekedar suara tetapi
membawa harapan agar pemerintah bertindak atas nama rakyat membawa
kesejahteraan. Wujud paling rendah dari demokrasi memang pemilu namun wujud
demokrasi yang paling esensi adalah tidak adanya batas antara pemimpin dan
rakyat. Rakyat jelata yang ingin bersuara untuk meminta keadilan, menuntut
haknya dan menyuarakan aspirasi mereka adalah inti dari demokrasi. Penyumbatan
demokrasi berimplikasi lebih luas dibanding pengekonomian kemiskinan yang
berwujud pengkursan kemiskinan. Jelas implikasinya lebih dahsyat karena
individu tidak mempunyai hak untuk beraktivitas ekonomi (untuk mencapai
kebutuhan materi), tidak bisa menjadi mahluk sosial yang berhubungan dengan
orang lain dan institusi bahkan agama dan budaya yang biasa melekat pada setiap
individu tidak bisa dipraktekkan karena berlawanan dengan hukum pemerintah. Ini
bisa masuk kategori kemiskinan yang absolut karena secara politik, ekonomi,
sosial, budaya dan agama individu tidak punya kebebasan untuk memperolehnya dan
menjalankannya.
Peter Townsend sebagai yang pertama di Inggris berargumen
kemiskinan tidak bisa dilihat dari sisi pemenuhan kebutuhan minimal dari rumah
tangga yang tentunya dilihat dari sisi pendapatannya. Lebih lanjut, Townsend
mendefinisikannya dari sisi perampasan hak individu yang bukan semata
perampasan material (lebih kepada faktor ekonomi) tetapi perampasan atas aktivitas
sosial. Konsep perampasan Townsend (dalam bahasa Inggris deprivation) berlandaskan pada dua hal pokok. Pertama, penggunaan
opini publik untuk menetapkan standar minimum. Dan, kedua, memungkinkan untuk
pilihan gaya hidup. Secara singkat, pendekatan konsensus ini menetapkan standar
hidup minimum yang dapat diterima bagi masyarakat yang menjadi obyek dan yang berada
jauh di bawah standar hidup minimum karena kurangnya sumber daya bukan melalui
pilihan gaya hidup. Ambang batas kemiskinan kemudian diidentifikasi dengan menghubungkan
penghasilan mereka yang kebutuhan kurang karena mereka tidak mampu mereka
(bukan dari pilihan) dan demikian mendefinisikan kemiskinan dari sisi
perampasan dan pendapatan. Ini adalah ukuran relatif dari kemiskinan. Definisi
ini berkaitan dengan konsep pembangunan yang dibangun oleh Amartya Sen dalam
bukunya “Development As Freedom”. Sen
menekankan konsep pembangunan yang memunculkan banyak spektrum bukan terbatas
pada pendapatan per kapita. Lebih jauh Sen beragumen bahwa kemiskinan dapat
terjadi karena deprivation atau
perampasan hak yang implikasinya lebih luas dari sekedar pendapatan.
Untuk melihat praktek perumusan kemiskinan, ada baiknya
kita tengok bagaimana suatu pemerintah negara merumuskan kemiskinan lengkap dengan
definisi, data, indikator dan perhitungannya. Pemerintah Amerika Serikat
merumuskan kemiskinan dengan pendekatan pendapatan suatu rumah tangga dengan
kebutuhan dasar yang bisa mempertahankan hidup. Berikut detil konsep pengukuran
kemiskinan di Amerika Serikat (sumber: http://www.census.gov/hhes/www/poverty/about/overview/measure.html).
Dengan catatan beberapa kosakata yang sulit untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia tidak diterjemahkan karena dikuatirkan akan berbeda makna.
- Termasuk penghasilan, kompensasi mengganggur, kompensasi pekerja, Social Security, Supplemental Security Income, public assistance, gaji veteran, survivor benefits, pendapatan dari pensiun atau pendapatan setelah berhenti kerja, bunga, dividend, pendaptan sewa, royalty, pendapatan dari properti, trusts, educational assistance, alimony, child support, bantuan dari luar rumah tangga, dan sumber lainnya.
- Noncash benefits (seperti kupon makanan dan subsidi perumahan) tidak dihitung.
- Before taxes.
- Capital gains atau losses dikeluarkan.
- Jika seseorang tinggal bersama satu keluarga, ditambahkan seluruh pedapatan anggota keluarga (bukan anggota keluarga seperti, asisten rumah tangga tidak dihitung).
Pengukuran kebutuhan (Ambang Batas Kemiskinan)
Ambang Batas Kemiskinan adalah
jumlah dolar yang digunakan untuk menentukan status kemiskinan. Setiap individu
atau keluarga dimasukan ke dalam satu dari 48 kemungkinan ambang batas
kemiskinan. Ambang batas bervariasi tergantung dari ukuran keluarga (jumlah
anggota keluarga) dan umur dari anggota keluarga. Ambang batas yang sama
digunakan diseluruh Amerika Serikat (tidak bervariasi secara geografik). Setiap
tahunnya diperbarui agar mengikuti inflasi dengan menggunakan Consumer Price Index for All Urban
Consumers (CPI-U).
Perhitungan
Jika jumlah keseluruhan pendapatan
keluarga kurang dari ambang batas yang sesuai untuk keluarga itu maka keluarga
itu dalam keadaan miskin. Dengan begitu maka seluruh keluarga berstatus miskin.
Untuk anggota keluarga yang tidak tinggal bersama, pendapatan mereka dihitung
tersendiri dengan membandingkan dengan ambang batas yang sesuai. Jika
keseluruhan pendapatan anggota keluarga sama atau lebih besar dari ambang batas
yang sesuai dengan keluarga itu maka keluarga itu tidak dalam kemiskinan.
Hampir mirip dengan konsep pengukuran kemiskinan di
Indonesia yang dilakukan oleh BPS. BPS mengukur kemiskinan dengan menyusun
standar hidup minimum di Indonesia lalu dibandingkan dengan pengeluaran dari
rumah tangga. Jika suatu keluarga tidak dapat memenuhi standar hidup minimum di
Indonesia maka keluarga itu dikategorikan keluarga miskin. Sudut padang yang
digunakan adalah dari sisi ekonomi yakni pemenuhan kebutuhan hidup keluarga
atas makanan dan non makanan.
3. Sekilas konsep penanggulangan kemiskinan di
Bangladesh dan Brazil
Independensi
negara dalam mengelola pemerintahan yang menjadi nilai esensi dari hubungan
antar negara memicu beberapa negara merumuskan ulang apa itu kemiskinan. Bukan
hanya merumuskan kembali definisi kemiskinan beberapa negara juga menyusun
pendekatan tertentu untuk mengentaskan ataupun menanggulangi kemiskinan. Ini
sangat beralasan karena dengan karakteristik berbeda dari masing-masing negara
memerlukan pendekatan yang tidak bisa disamaratakan. One does not fit for all, ungkapan ini mungkin mengambarkan
bagaimana seharusnya menanggulangi kemiskinan. Beberapa negara telah dianggap berhasil
menyusun pendekatan penanggulangan kemiskinan. Pendekatan yang mereka rumuskan
menggunakan faktor yang memang sudah menjadi bagian dari masyarakt miskin di
negaranya.
Kuantifikasi kemiskinan yang sudah berlangsung lama
merangsang pemikiran bahwa kemiskinan bukan melulu persoalan pendapatan yang
secara sederhana dibuatkan indikator dengan men-dollar-kan kemiskinan. Pen-dollar-an
merupakan imbas dari pengukuran pendapatan per kapita dari warga negara. Amartya Sen dalam “Development As Freedom” menekankan pembangunan bukan semata selalu
memberikan berbagai bentuk sumber daya baik dalam bentuk uang (yang paling
klasik), akses pendidikan dan infrastruktur yang memadai. Sen lebih menekankan
pada pemberian “keluasaan” yang berlimpah kepada rakyat (dalam ungkapan yang
lebih tajam “kebebasan”) untuk berbicara lewat proses demokrasi yang tidak
hanya prosedural tetap demokrasi ensensial dimana ruang kreativitas tidak
dibelenggu sehingga akses ekonomi bukan hanya pilihan yang sudah ada tetapi
bisa leluasa untuk membuat akses ekonomi yang relatif baru atau benar-benar
baru. Pilihan yang selalu dibuatkan pemerintah pada akhirnya bukan membawa misi
pembangunan tetapi perencanaan terpusat yang pada akhirnya tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat miskin di daerah. Setiap individu mempunyai kreativitas
yang luas jika akhirnya dibatasi kreativitasnya maka misi pembangunan bukan
misi pembangunan tetapi pemaksaan terencana.
Prof. Muhammad Yunus pemenang Nobel Ekonomi Tahun 2010
punya pandangan bahwa untuk mengentaskan kemiskinan bukan sedekah kepada si
miskin yang berujung pada pelepasan tanggung jawab si kaya dan membiarkan si
miskin tetap miskin tanpa ada kelanjutan yang berarti. Dengan pemikiran itu,
Prof. Muhammad Yunus mendirikan Garmeen Bank. Di Bangladesh, Garmeen Bank
merupakan bank komersil yang nasabahnya adalah orang MISKIN. Apa? Saya sebagai
mantan mahasiswa fakultas ekonomi menganggap bank adalah suatu entitas ekonomi
yang jauh dari hingar-bingar si miskin yang hidupnya serba cekak, kumal, bau
dan lainnya (mungkin anda bisa menambah daftar yang bisa mendeskripsikan fisik
si miskin). Langkah revolusioner yang dilakukan Prof. Muhammad Yunus sungguh di
luar kebiasan bank komersil yang memang punya doktrin memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham (maximization of shareholders’
profit). Keprihatinan Prof. Muhammad Yunus melihat kondisi kemiskinan di
Bangladesh karena cekikan bunga tinggi dari rentenir terhadap keluarga miskin
dengan usaha sangat mikro. Hasil usaha mereka pun tidak akan pernah bisa
membayar utang mereka. Garmeen Bank Prof. Muhammad Yunus berusaha memutus
hubungan tersebut dengan membuat akses ekonomi bagi keluarga miskin dengan
menjadikan keluarga miskin bankable walau
dengan usaha yang mikro. Anda bisa membayangkan usaha mikro semacam bakul bakso keliling mendapatkan akses
ke bank untuk pinjaman.
Brazil mempunyai cara pandang berbeda untuk menanggulangi
kemiskinan. Dengan kondisi kemiskinan yang akut dimana untuk mengangkat derajat
keluarga miskin bukan dengan hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari baik makanan
dan non makanan melainkan harus lebih dari itu. Pemerintah Brazil memberikan
benefit berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan syarat keluarga tersebut
harus mengirim anak mereka ke sekolah dan ke klinik kesehatan. Agar nasib orang
tua mereka yang sudah miskin tidak menular pada anak mereka di masa depan.
Prinsip keberlanjutan tidak ditumpukan pada kepala keluarga atau pada usaha
yang dijustifikasikan akan mengangkat derajat keluarga miskin. Melainkan
berfokus pada akar kemiskinan yakin perbaikan tingkat pendidikan dan kesehatan
dari keluarga miskin.
4. Potret Penanggulangan Kemiskinan lewat PNPM
Mandiri
Kemiskinan di Indonesia sudah menjadi program yang
terus menerus dijalankan oleh pemerintahan yang berbeda. Dengan sejarah
sentralisasi pemerintahan maka paradigma yang diaplikasikan adalah top-down approach. Pemerintah yang
merencanakan termasuk siapa si miskin, perhitungan alokasinya dan pendekatan
yang digunakan serta pemerintah sebagai eksekutornya. Dengan model pendekatan
ini menempatkan pemerintah sebagai pihak yang paling tahu dan si miskin hanya
sebagai objek pasif yang menerima semua arahan pemerintah. Konstruksi ini jelas
menghilangkan elemen dari alur proses pembangunan yang sejatinya menghadirkan
banyak pihak yakni pemerintah (dengan posisi sebagai teknokrat), kepala daerah,
dan masyarakat sendiri. Kehadiran masyarakat bukan sebagai objek tetapi aktif
berperan serta urun rembug atas
pembangunan. Memang tidak bisa dielakkan bahwa ada model pembangunan yang
menjadikan pemerintah dengan sumber daya yang memadai sebagai pivotal actor. Peran sentral pemerintah
yang dominan untuk pembangunan yang sifatnya kompleks seperti pembangunan
bendungan skala besar yang tidak memungkinkan masyarakat mengelola sendiri.
Menempatkan masyarakat sebagai objek yang statik dalam pembangunan dimana keterlibatan
masyarakat adalah penerima langsung manfaat dari pembangunan memerlukan
pendekatan yang sifatnya inklusif dimana masyarakatlah yang merencanakan, mengimplementasikan,
mengontrol dan mempertanggungjawabkan.
Pendekatan yang tidak biasa yang
ditawarkan dalam pengentasan kemiskinan oleh PNPM Mandiri Perdesaan dan
Perkotaan merupakan refleksi ataupun otokoreksi atas sistem pembangunan yang
sifatnya top-down. Keterpurukan
masyarakat miskin sudah menjadi beban bagi mereka dalam kesehariannya jika
pendekatan yang dilakukan kembali menambah beban bagi mereka maka efektivitas
dari pengentasan kemiskinan akan dipertanyakan. Sebagai contoh, sebagai manusia
yang independen masyarakat miskin mampu menyuarakan aspirasi mereka untuk lepas
dari kemiskinan dalam hal bagaimana dengan kegiatan tertentu yang terukur membantu
mereka secara berlanjut keluar dari kemiskinan yang merupakan hasil pemikiran
masyarakat miskin sendiri. Dengan prinsip kemandirian ini, PNPM Mandiri
Perdesaan dan Perkotaan membiarkan si miskin merencanakan, mengimplementasikan,
mengontrol dan mempertanggungjawabkan. Singkat kata ini PNPM Mandiri Perdesaan
dan Perkotaan menganut prinsip “dari,
untuk dan oleh rakyat miskin”.
Saya coba kupas satu per satu
bagaimana PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan ini berjalan. Program ini
tentunya bukan tanpa prinsip pengelolaan yang baik seperti transparansi,
akuntabilitas dan lainnya. Sebaliknya program ini dikelola dengan kehati-hatian
yang memadai. Sebelum program berjalan, masyarakat di tingkat desa (PNPM
Mandiri Perdesaan di tingkat Kabupaten) dan tingkat kelurahan (PNPM Mandiri
Perkotaan di tingkat Kota) membentuk satuan kerja yang akan mengelola program.
Pembentukan satuan kerja melalui proses demokratis dengan cara yaitu masyarakat
mengusulkan beberapa orang warga di desa dan kelurahan yang dapat dipercaya dan
mampu untuk mengelola program. Masyarakat bebas untuk mengusulkan siapa saja
tidak terbatas pada jabatan formal di tingkat RT, RW, Desa dan Kelurahan semisal
Ketua RT atau Ketua RW. Masyarakat dapat memilih siapa saja. Setelah satuan
kerja pengelola PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan terbentuk maka program ini
baru dapat berjalan. Satuan kerja ini yang akan bermusyawarah dengan masyarakat
untuk menentukan jenis kegiatan yang diusulkan untuk dilaksanakan. Bentuk
kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan terdiri dari Tridaya yaitu
kegiatan infrastruktur, kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial.
Tridaya mempunyai filosofi
sinergisitas dengan perbaikan infrastruktur yang mendukung mobilitas masyarakat
berupa fasilitas infrastruktur umum semisal saluran sanitasi yang baik atau
jalan yang kuat. Dalam beberapa kegiatan juga digunakan untuk memperbaiki rumah
keluarga miskin. Kegiatan ekonomi memberikan akses ekonomi berupa dana bergulir
kepada keluarga miskin yang memerlukan modal usaha. Perhatian kepada keluarga
miskin bukan hanya fasilitasi infrastruktur dan ekonomi tetapi juga penguatan
kemampuan mereka berupa pelatihan yang dapat digunakan keluarga miskin untuk
berdaya dan mandiri. Bentuk pelatihan sangat bervariasi tergantung dari hasil rembug di desa dan kelurahan.
Kegiatan-kegiatan tadi menjadi satu kesatuan di setiap desa dan kelurahan namun
tidak identik. Setiap satuan kerja memang diperbolehkan studi banding untuk
mengetahui kegiatan di satuan kerja lain yang dianggap sesuai dengan
karakteristik masyarakat miskin di desa atau kelurahannya. Dalam
implementasinya, satuan kerja didampingi oleh konsultan teknis di bidang
infrastruktur, konsultan kebijakan pemerintah dan konsultan manajemen dan
ekonomi. Dalam keseharian, ada fasilitator di setiap desa dan kelurahan yang
membantu teknis pelaksanaan yang memberikan konsultansi teknis agar dalam
perencanaan dan implementasi sesuai dengan kegiatan yang diperbolehkan.
Satuan kerja yang terbentuk dengan
pendampingan oleh fasilitator dan konsultan merencanakan kegiatan tridaya yang disesuaikan
dengan karakteristik kemiskinan di desa atau kelurahan. Dalam implementasi
kegiatan, satuan kerja dan masyarakat bekerja bersama tanpa ada pihak ketiga
yakni kontraktor terutama untuk kegiatan infrastruktur. Mekanisme kontrol terlaksana
dalam proses kegiatan yang sedang berjalan oleh satuan kerja program ataupun
pada saat serah terima kegiatan yang dihadiri masyarakat. Masyarakat dapat
menolak serah terima jika memang pekerjaan tidak sesuai dengan rencana. Dari
sisi pertanggungjawaban, semua kegiatan harus mempunyai bukti pengeluaran uang
yang jelas dan dicatat dalam pembukuan yang sesuai dengan kaidah akuntansi.
Dengan skema itu, tekad untuk bangkit dari kemiskinan dapat berjalan bersamaan
dengan penerapan pengelolaan yang baik dan benar.
Dalam kunjungan monitoring dan
evaluasi di beberapa lokasi semua alur pelaksanaan terlaksana dengan cukup
memadai. Sebagai contoh yang terjadi di sebuah desa di Wonosobo, pembentukan
satuan kerja pengelola program melalui proses yang demokratis dimana penduduk
dewasa di setiap RT memilih orang yang mereka nilai mampu dan dipercaya untuk
mengelola kegiatan. Caranya dengan memasukan usulan nama mereka kedalam amplop
tertutup yang diserahkan kepada Ketua RT atau langsung datang ke tempat
pemilihan. Untuk mekanisme kontrol pun, masyarakat dapat mengeluhkan problematika
pelaksanaan program melalui Ketua RT atau langsung kepada ketua satuan kerja
pengelola program. Forum-forum desa juga dimanfaatkan untuk mensosialisaikan
program dan mengontrol semisal pertemuan RT setiap sabtu malam atau pengajian
RT. Untuk pelaksanaan dana bergulir, fasilitator dan konsultan aktif megawasi
siapa saja yang rutin mengangsur ataupun yang tidak. Secara umum, masyarakat
mendukung kegiatan PNPM Mandiri ini karena sangat kental gotong royongnya dan partsipasi
langsung masyarakat. Ini bisa dibuktikan dengan aset hasil program yang berkualitas
lebih baik dibandingkan dengan aset hasil pekerjaan oleh kontraktor. Nilai
lebihnya adalah masyarakat mempunyai rasa memiliki atas aset tersebut dan
dirasakan langsung.
5. Komentar Penutup
Dalam komentar tertutup,
ada baiknya saya ulas penilaian BPK atas pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan dan
Perkotaan, sebagai berikut:
- Ekslusivitas proyek yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat khusus (Petunjuk Teknis Operasional/PTO tersendiri) sehingga dalam pelaksanaannya kurang mempertimbangkan penyatupaduan dengan prosedur perencanaan pembangunan yang bersifat reguler. Ekslusivitas bisa terjadi karena adanya perbedaan antara pendekatan pembangunan reguler yang top-down approach dimana peran pemerintah dominan. Sedangkan Pendekatan PNPM Mandiri merupakan program yang memberikan masyarakat keleluasan melaksanakan.
- Karakter proyek bersifat sementara (ad hoc). Memang seharusnya ada kegiatan yang sifatnya terus menerus tidak tergantung dari pendanaan dari program ini. Kegiatan ekonomi berupa dana bergulir dapat diwujudkan sebagai kegiatan yang berkelanjutan jika memang ada bentuk badan hukum sesuai untuk melanjutkan dana bergulir.
- Aspirasi masyarakat dan keputusan pemerintah cenderung belum menjadi satu keputusan pembangunan yang harmonis dan saling mendukung dikarenakan perencanaan pembangunan belum terpadu. Ini menjadi catatan penting sehingga untuk keberlanjutan program pengentasan kemiskinan sinergi antara pemerintah dan masyarakat harus terwujud.
- Pelaksanaan proyek masih berorientasi pada penguatan kapasitas masyarakat, belum sepenuhnya mengarah pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Seiring jalannya desentralisasi memang seharusnya kapasitas pemerintah daerah untuk program pengentasan kemiskinan harus didorong naik karena kompleksitas program kemiskinan memerlukan sumber daya manusia yang mumpuni.
- Penyediaan tenaga bantuan teknis (technical assistance) menciptakan ketergantungan masyarakat kepada unsur eksternal sehingga mengurangi bobot kemandirian. Semangat kebersamaan masyarakat desa dan kelurahan merupakan modal penting namun juga harus ada pengetahuan teknis yang memadai untuk implementasi program. Hal ini bisa diisi oleh peran pemerintah daerah dengan penguatan kapasitas mereka.
No comments:
Post a Comment