Thursday 12 December 2013

Kemiskinan


Kegiatan PNPM Mandiri
Biarkan si miskin yang memutuskan: potret penanggulangan kemiskinan
melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan
Beny Trias Oktora, SE, MA
economist wanna be…
benytriasoktora.blogspot.com
1.    Latar belakang
Dunia yang kita tinggali berkutat pada beberapa permasalahan yang belum tuntas terselesaikan sejak peradaban modern terbangun dengan prinsip persamaan yang selalu didengungkan. Wabah penyakit, perang sekterian, kemiskinan, pemakaian obat terlarang dan masih banyak lagi permasalahan menjadi tantangan bagi pemimpin dunia. Saat ini, salah satu permasalahan dunia yang coba untuk diselesaikan untuk meringankan beban dunia adalah pengentasan kemiskinan. Agenda besar yang diusung oleh PBB adalah pengentasan kemiskinan yang pada tahun 2015 dapat benar-benar tercapai. Beberapa sektor menjadi target yang harus dicapai oleh negara-negara anggota PBB.    
Selain menjadi agenda besar dunia, di dalam negeri pun kemiskinan menjadi permasalahan yang terus coba diselesaikan. Di dalam negeri, kemiskinan menjadi perhatian banyak pihak baik pihak pemerintah, swasta maupun perorangan. Aksi dari masing-masing pihak untuk mengentaskan kemiskinan sangat beragam. Pemerintah dengan kewenangan yang terlegitimasi dapat berperan dengan dua saluran. Saluran pertama melalui skema penerimaan yakni pajak progresif bagi warga negara atau badan usaha yang berpenghasilan besar. Ataupun skema penerimaan lain yakni penerimaan negara bukan pajak. Tujuan pemerintah untuk memungut pajak dan pungutan lainnya adalah dalam menjalani peran sebagai pemerataan kesejahteraan. Saluran kedua melalui skema pengeluaran yakni belanja publik yang diarahkan untuk memberikan akses ekonomi, sosial dan infrastruktur kepada publik.
            Pihak swasta dengan sumber daya berlimpah disamping memenuhi pajak penghasilan juga mempunyai kewajiban sosial lewat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau yang lebih dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Lewat CSR, perusahaan besar berkewajiban untuk membina masyarakat disekeliling operasi mereka dengan beragam program dengan fokus untuk berandil juga dalam penanggulangan kemiskinan. Individu atau rumah tangga yang mempunyai sejumlah kekayaan yang berlebih secara mudah dan praktis mendonasikan sebagian hartanya kepada si miskin tanpa harus tahu apakah prinsip keberlanjutan dari aksi mereka. Semua model penanggulangan kemiskinan tersebut sebelumnya merupakan proses yang datangnya dari atas ke bawah yang istilah kerennya top-down. Pembangunan bersifat top-down sering menemui kendala karena adanya ketimpangan antara keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Sehingga eksekusi program sering terjadi penundaan.
Tulisan ini mencoba untuk melihat bentuk lain penanggulangan kemiskinan yang mengusung tema bahwa si miskin atau masyarakat tahu apa yang mereka butuhkan, bisa mengeksekusi sendiri dan bisa menerapkan kontrol serta bisa mempertanggungjawabkannya. Ini adalah inti penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan dimana masyarakat yang merencanakan, melaksanakan, mengkontrol dan mempertanggungjawabkan. Bagian 2 tulisan ini mengulas definisi kemiskinan yang berevolusi dari waktu ke waktu. Pandangan lama mendefinisikan kemiskinan dengan sangat sederhana dengan mengkuantifikasikan kemiskinan. Bangladesh dan Brazil sukses mengimplementasikan model penanggulangan kemiskinan. Model-model tersebut saya ulas secara ringkas di bagian 3 tulisan ini. Bagian 4 tulisan ini membahas bagaiman mekanisme PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan berjalan. Bagian terakhir tulisan ini merumuskan beberapa poin komentar penutup.        
2.    Apa itu kemiskinan
Kemiskinan punya banyak sudut pandang yang selama peradaban modern manusia terus-menerus berevolusi mencari definisi yang sesuai dengan kekinian kondisi ekonomi, sosial, demokrasi dan budaya. Faktor kekinian ekonomi, sosial, demokrasi dan budaya memandang kemiskinan dengan cakupan luas yang memudahkan untuk mencari resep yang sesuai untuk penanggulangan kemiskinan. Penekanan pada sisi ekonomi berkaitan dengan paradigma pembangunan pasca perang dunia kedua yang juga condong pada sisi ekonomi. Pelekatan pembangunan dengan kecondongan pada faktor ekonomi pada akhirnya menciptakan teori, pendekatan dan pengukuran kemiskinan dengan sudut pandang ekonomi. Contohnya adalah bagaimana rerata dari pendapatan suatu negara yang dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara. Simplikasi seperti ini menghasilkan pengukuran kemiskinan yang kabur. Untuk masyarakat pedalaman yang hidupnya sangat sederhana dimana sumber makanan, kebutuhan kesehatan dan sekalipun hiburan sangatlah tidak memenuhi standar kehidupan peradaban modern. Pemaksaan pada standar hidup modern kepada suku pedalaman seperti suku Baduy (baik Suku Baduy Putih maupun Suku Baduy Hitam) di Provinsi Banten justru akan menimbulkan konflik. Sehingga faktor non ekonomi menjadi kesatuan yang proporsional dengan faktor ekonomi dalam perumusan kemiskinan.
            Faktor non ekonomi berperan dalam merumuskan kemiskinan. Campuran beberapa faktor ditimbang akan mempermudah dalam implementasi pendekatan penanggulangan kemiskinan. Beberapa faktor menjadi komponen dalam mendefinisikan kemiskinan yakni faktor sosial, faktor demokrasi dan faktor budaya. Faktor sosial berperan dalam mengkonstruksi hubungan antar manusia yang terikat dengan baik sehingga tercipta hubungan yang menguntungkan. Jika kita menyimak berita di media televisi yang menyajikan konflik yang awalnya dari perkara sepele menjadi begitu besar menimbulkan kerusakan fisik dan non fisik. Dampaknya sangat jelas perampasan hak-hak individu yang tak terbatas pada hak ekonomi individu akibat kohesi sosial yang buruk.
Melalui demokrasi, individu bersuara untuk merubah banyak hal untuk kemasyalahatan bersama. Pemahaman demokrasi bukan soal mayoritas suara lalu bisa sekehendak hati mengatur si minoritas. Dalam demokrasi terkandung esensi yang lebih bernilai dari sekedar suara terbanyak yakni harapan. Partisipasi rakyat untuk membentuk pemerintahan bukan sekedar suara tetapi membawa harapan agar pemerintah bertindak atas nama rakyat membawa kesejahteraan. Wujud paling rendah dari demokrasi memang pemilu namun wujud demokrasi yang paling esensi adalah tidak adanya batas antara pemimpin dan rakyat. Rakyat jelata yang ingin bersuara untuk meminta keadilan, menuntut haknya dan menyuarakan aspirasi mereka adalah inti dari demokrasi. Penyumbatan demokrasi berimplikasi lebih luas dibanding pengekonomian kemiskinan yang berwujud pengkursan kemiskinan. Jelas implikasinya lebih dahsyat karena individu tidak mempunyai hak untuk beraktivitas ekonomi (untuk mencapai kebutuhan materi), tidak bisa menjadi mahluk sosial yang berhubungan dengan orang lain dan institusi bahkan agama dan budaya yang biasa melekat pada setiap individu tidak bisa dipraktekkan karena berlawanan dengan hukum pemerintah. Ini bisa masuk kategori kemiskinan yang absolut karena secara politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama individu tidak punya kebebasan untuk memperolehnya dan menjalankannya.
Peter Townsend sebagai yang pertama di Inggris berargumen kemiskinan tidak bisa dilihat dari sisi pemenuhan kebutuhan minimal dari rumah tangga yang tentunya dilihat dari sisi pendapatannya. Lebih lanjut, Townsend mendefinisikannya dari sisi perampasan hak individu yang bukan semata perampasan material (lebih kepada faktor ekonomi) tetapi perampasan atas aktivitas sosial. Konsep perampasan Townsend (dalam bahasa Inggris deprivation) berlandaskan pada dua hal pokok. Pertama, penggunaan opini publik untuk menetapkan standar minimum. Dan, kedua, memungkinkan untuk pilihan gaya hidup. Secara singkat, pendekatan konsensus ini menetapkan standar hidup minimum yang dapat diterima bagi masyarakat yang menjadi obyek dan yang berada jauh di bawah standar hidup minimum karena kurangnya sumber daya bukan melalui pilihan gaya hidup. Ambang batas kemiskinan kemudian diidentifikasi dengan menghubungkan penghasilan mereka yang kebutuhan kurang karena mereka tidak mampu mereka (bukan dari pilihan) dan demikian mendefinisikan kemiskinan dari sisi perampasan dan pendapatan. Ini adalah ukuran relatif dari kemiskinan. Definisi ini berkaitan dengan konsep pembangunan yang dibangun oleh Amartya Sen dalam bukunya “Development As Freedom”. Sen menekankan konsep pembangunan yang memunculkan banyak spektrum bukan terbatas pada pendapatan per kapita. Lebih jauh Sen beragumen bahwa kemiskinan dapat terjadi karena deprivation atau perampasan hak yang implikasinya lebih luas dari sekedar pendapatan.       
Untuk melihat praktek perumusan kemiskinan, ada baiknya kita tengok bagaimana suatu pemerintah negara merumuskan kemiskinan lengkap dengan definisi, data, indikator dan perhitungannya. Pemerintah Amerika Serikat merumuskan kemiskinan dengan pendekatan pendapatan suatu rumah tangga dengan kebutuhan dasar yang bisa mempertahankan hidup. Berikut detil konsep pengukuran kemiskinan di Amerika Serikat (sumber: http://www.census.gov/hhes/www/poverty/about/overview/measure.html). Dengan catatan beberapa kosakata yang sulit untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia tidak diterjemahkan karena dikuatirkan akan berbeda makna. 

Pendapatan yang digunakan untuk menghitung Status Kemiskinan (Pendapatan berupa Uang):
  1. Termasuk penghasilan, kompensasi mengganggur, kompensasi pekerja, Social Security, Supplemental Security Income, public assistance, gaji veteran, survivor benefits, pendapatan dari pensiun atau pendapatan setelah berhenti kerja, bunga, dividend, pendaptan sewa, royalty, pendapatan dari properti, trusts, educational assistance, alimony, child support, bantuan dari luar rumah tangga, dan sumber lainnya.
  2.  Noncash benefits (seperti kupon makanan dan subsidi perumahan) tidak dihitung.
  3. Before taxes.
  4. Capital gains atau losses dikeluarkan.
  5. Jika seseorang tinggal bersama satu keluarga, ditambahkan seluruh pedapatan anggota keluarga (bukan anggota keluarga seperti, asisten rumah tangga tidak dihitung).

Pengukuran kebutuhan (Ambang Batas Kemiskinan)
Ambang Batas Kemiskinan adalah jumlah dolar yang digunakan untuk menentukan status kemiskinan. Setiap individu atau keluarga dimasukan ke dalam satu dari 48 kemungkinan ambang batas kemiskinan. Ambang batas bervariasi tergantung dari ukuran keluarga (jumlah anggota keluarga) dan umur dari anggota keluarga. Ambang batas yang sama digunakan diseluruh Amerika Serikat (tidak bervariasi secara geografik). Setiap tahunnya diperbarui agar mengikuti inflasi dengan menggunakan Consumer Price Index for All Urban Consumers (CPI-U).
Perhitungan
Jika jumlah keseluruhan pendapatan keluarga kurang dari ambang batas yang sesuai untuk keluarga itu maka keluarga itu dalam keadaan miskin. Dengan begitu maka seluruh keluarga berstatus miskin. Untuk anggota keluarga yang tidak tinggal bersama, pendapatan mereka dihitung tersendiri dengan membandingkan dengan ambang batas yang sesuai. Jika keseluruhan pendapatan anggota keluarga sama atau lebih besar dari ambang batas yang sesuai dengan keluarga itu maka keluarga itu tidak dalam kemiskinan.
Hampir mirip dengan konsep pengukuran kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh BPS. BPS mengukur kemiskinan dengan menyusun standar hidup minimum di Indonesia lalu dibandingkan dengan pengeluaran dari rumah tangga. Jika suatu keluarga tidak dapat memenuhi standar hidup minimum di Indonesia maka keluarga itu dikategorikan keluarga miskin. Sudut padang yang digunakan adalah dari sisi ekonomi yakni pemenuhan kebutuhan hidup keluarga atas makanan dan non makanan.             
3.    Sekilas konsep penanggulangan kemiskinan di Bangladesh dan Brazil
Independensi negara dalam mengelola pemerintahan yang menjadi nilai esensi dari hubungan antar negara memicu beberapa negara merumuskan ulang apa itu kemiskinan. Bukan hanya merumuskan kembali definisi kemiskinan beberapa negara juga menyusun pendekatan tertentu untuk mengentaskan ataupun menanggulangi kemiskinan. Ini sangat beralasan karena dengan karakteristik berbeda dari masing-masing negara memerlukan pendekatan yang tidak bisa disamaratakan. One does not fit for all, ungkapan ini mungkin mengambarkan bagaimana seharusnya menanggulangi kemiskinan. Beberapa negara telah dianggap berhasil menyusun pendekatan penanggulangan kemiskinan. Pendekatan yang mereka rumuskan menggunakan faktor yang memang sudah menjadi bagian dari masyarakt miskin di negaranya.    
Kuantifikasi kemiskinan yang sudah berlangsung lama merangsang pemikiran bahwa kemiskinan bukan melulu persoalan pendapatan yang secara sederhana dibuatkan indikator dengan men-dollar-kan kemiskinan. Pen-dollar-an merupakan imbas dari pengukuran pendapatan per kapita dari warga negara. Amartya Sen dalam “Development As Freedom” menekankan pembangunan bukan semata selalu memberikan berbagai bentuk sumber daya baik dalam bentuk uang (yang paling klasik), akses pendidikan dan infrastruktur yang memadai. Sen lebih menekankan pada pemberian “keluasaan” yang berlimpah kepada rakyat (dalam ungkapan yang lebih tajam “kebebasan”) untuk berbicara lewat proses demokrasi yang tidak hanya prosedural tetap demokrasi ensensial dimana ruang kreativitas tidak dibelenggu sehingga akses ekonomi bukan hanya pilihan yang sudah ada tetapi bisa leluasa untuk membuat akses ekonomi yang relatif baru atau benar-benar baru. Pilihan yang selalu dibuatkan pemerintah pada akhirnya bukan membawa misi pembangunan tetapi perencanaan terpusat yang pada akhirnya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin di daerah. Setiap individu mempunyai kreativitas yang luas jika akhirnya dibatasi kreativitasnya maka misi pembangunan bukan misi pembangunan tetapi pemaksaan terencana.
Prof. Muhammad Yunus pemenang Nobel Ekonomi Tahun 2010 punya pandangan bahwa untuk mengentaskan kemiskinan bukan sedekah kepada si miskin yang berujung pada pelepasan tanggung jawab si kaya dan membiarkan si miskin tetap miskin tanpa ada kelanjutan yang berarti. Dengan pemikiran itu, Prof. Muhammad Yunus mendirikan Garmeen Bank. Di Bangladesh, Garmeen Bank merupakan bank komersil yang nasabahnya adalah orang MISKIN. Apa? Saya sebagai mantan mahasiswa fakultas ekonomi menganggap bank adalah suatu entitas ekonomi yang jauh dari hingar-bingar si miskin yang hidupnya serba cekak, kumal, bau dan lainnya (mungkin anda bisa menambah daftar yang bisa mendeskripsikan fisik si miskin). Langkah revolusioner yang dilakukan Prof. Muhammad Yunus sungguh di luar kebiasan bank komersil yang memang punya doktrin memaksimalkan kemakmuran pemegang saham (maximization of shareholders’ profit). Keprihatinan Prof. Muhammad Yunus melihat kondisi kemiskinan di Bangladesh karena cekikan bunga tinggi dari rentenir terhadap keluarga miskin dengan usaha sangat mikro. Hasil usaha mereka pun tidak akan pernah bisa membayar utang mereka. Garmeen Bank Prof. Muhammad Yunus berusaha memutus hubungan tersebut dengan membuat akses ekonomi bagi keluarga miskin dengan menjadikan keluarga miskin bankable walau dengan usaha yang mikro. Anda bisa membayangkan usaha mikro semacam bakul bakso keliling mendapatkan akses ke bank untuk pinjaman.
Brazil mempunyai cara pandang berbeda untuk menanggulangi kemiskinan. Dengan kondisi kemiskinan yang akut dimana untuk mengangkat derajat keluarga miskin bukan dengan hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari baik makanan dan non makanan melainkan harus lebih dari itu. Pemerintah Brazil memberikan benefit berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan syarat keluarga tersebut harus mengirim anak mereka ke sekolah dan ke klinik kesehatan. Agar nasib orang tua mereka yang sudah miskin tidak menular pada anak mereka di masa depan. Prinsip keberlanjutan tidak ditumpukan pada kepala keluarga atau pada usaha yang dijustifikasikan akan mengangkat derajat keluarga miskin. Melainkan berfokus pada akar kemiskinan yakin perbaikan tingkat pendidikan dan kesehatan dari keluarga miskin.    
4.    Potret Penanggulangan Kemiskinan lewat PNPM Mandiri
Kemiskinan di Indonesia sudah menjadi program yang terus menerus dijalankan oleh pemerintahan yang berbeda. Dengan sejarah sentralisasi pemerintahan maka paradigma yang diaplikasikan adalah top-down approach. Pemerintah yang merencanakan termasuk siapa si miskin, perhitungan alokasinya dan pendekatan yang digunakan serta pemerintah sebagai eksekutornya. Dengan model pendekatan ini menempatkan pemerintah sebagai pihak yang paling tahu dan si miskin hanya sebagai objek pasif yang menerima semua arahan pemerintah. Konstruksi ini jelas menghilangkan elemen dari alur proses pembangunan yang sejatinya menghadirkan banyak pihak yakni pemerintah (dengan posisi sebagai teknokrat), kepala daerah, dan masyarakat sendiri. Kehadiran masyarakat bukan sebagai objek tetapi aktif berperan serta urun rembug atas pembangunan. Memang tidak bisa dielakkan bahwa ada model pembangunan yang menjadikan pemerintah dengan sumber daya yang memadai sebagai pivotal actor. Peran sentral pemerintah yang dominan untuk pembangunan yang sifatnya kompleks seperti pembangunan bendungan skala besar yang tidak memungkinkan masyarakat mengelola sendiri. Menempatkan masyarakat sebagai objek yang statik dalam pembangunan dimana keterlibatan masyarakat adalah penerima langsung manfaat dari pembangunan memerlukan pendekatan yang sifatnya inklusif dimana masyarakatlah yang merencanakan, mengimplementasikan, mengontrol dan mempertanggungjawabkan.
            Pendekatan yang tidak biasa yang ditawarkan dalam pengentasan kemiskinan oleh PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan merupakan refleksi ataupun otokoreksi atas sistem pembangunan yang sifatnya top-down. Keterpurukan masyarakat miskin sudah menjadi beban bagi mereka dalam kesehariannya jika pendekatan yang dilakukan kembali menambah beban bagi mereka maka efektivitas dari pengentasan kemiskinan akan dipertanyakan. Sebagai contoh, sebagai manusia yang independen masyarakat miskin mampu menyuarakan aspirasi mereka untuk lepas dari kemiskinan dalam hal bagaimana dengan kegiatan tertentu yang terukur membantu mereka secara berlanjut keluar dari kemiskinan yang merupakan hasil pemikiran masyarakat miskin sendiri. Dengan prinsip kemandirian ini, PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan membiarkan si miskin merencanakan, mengimplementasikan, mengontrol dan mempertanggungjawabkan. Singkat kata ini PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan menganut prinsip “dari, untuk dan oleh rakyat miskin”.
            Saya coba kupas satu per satu bagaimana PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan ini berjalan. Program ini tentunya bukan tanpa prinsip pengelolaan yang baik seperti transparansi, akuntabilitas dan lainnya. Sebaliknya program ini dikelola dengan kehati-hatian yang memadai. Sebelum program berjalan, masyarakat di tingkat desa (PNPM Mandiri Perdesaan di tingkat Kabupaten) dan tingkat kelurahan (PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat Kota) membentuk satuan kerja yang akan mengelola program. Pembentukan satuan kerja melalui proses demokratis dengan cara yaitu masyarakat mengusulkan beberapa orang warga di desa dan kelurahan yang dapat dipercaya dan mampu untuk mengelola program. Masyarakat bebas untuk mengusulkan siapa saja tidak terbatas pada jabatan formal di tingkat RT, RW, Desa dan Kelurahan semisal Ketua RT atau Ketua RW. Masyarakat dapat memilih siapa saja. Setelah satuan kerja pengelola PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan terbentuk maka program ini baru dapat berjalan. Satuan kerja ini yang akan bermusyawarah dengan masyarakat untuk menentukan jenis kegiatan yang diusulkan untuk dilaksanakan. Bentuk kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan terdiri dari Tridaya yaitu kegiatan infrastruktur, kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial.
            Tridaya mempunyai filosofi sinergisitas dengan perbaikan infrastruktur yang mendukung mobilitas masyarakat berupa fasilitas infrastruktur umum semisal saluran sanitasi yang baik atau jalan yang kuat. Dalam beberapa kegiatan juga digunakan untuk memperbaiki rumah keluarga miskin. Kegiatan ekonomi memberikan akses ekonomi berupa dana bergulir kepada keluarga miskin yang memerlukan modal usaha. Perhatian kepada keluarga miskin bukan hanya fasilitasi infrastruktur dan ekonomi tetapi juga penguatan kemampuan mereka berupa pelatihan yang dapat digunakan keluarga miskin untuk berdaya dan mandiri. Bentuk pelatihan sangat bervariasi tergantung dari hasil rembug di desa dan kelurahan. Kegiatan-kegiatan tadi menjadi satu kesatuan di setiap desa dan kelurahan namun tidak identik. Setiap satuan kerja memang diperbolehkan studi banding untuk mengetahui kegiatan di satuan kerja lain yang dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat miskin di desa atau kelurahannya. Dalam implementasinya, satuan kerja didampingi oleh konsultan teknis di bidang infrastruktur, konsultan kebijakan pemerintah dan konsultan manajemen dan ekonomi. Dalam keseharian, ada fasilitator di setiap desa dan kelurahan yang membantu teknis pelaksanaan yang memberikan konsultansi teknis agar dalam perencanaan dan implementasi sesuai dengan kegiatan yang diperbolehkan.
            Satuan kerja yang terbentuk dengan pendampingan oleh fasilitator dan konsultan merencanakan kegiatan tridaya yang disesuaikan dengan karakteristik kemiskinan di desa atau kelurahan. Dalam implementasi kegiatan, satuan kerja dan masyarakat bekerja bersama tanpa ada pihak ketiga yakni kontraktor terutama untuk kegiatan infrastruktur. Mekanisme kontrol terlaksana dalam proses kegiatan yang sedang berjalan oleh satuan kerja program ataupun pada saat serah terima kegiatan yang dihadiri masyarakat. Masyarakat dapat menolak serah terima jika memang pekerjaan tidak sesuai dengan rencana. Dari sisi pertanggungjawaban, semua kegiatan harus mempunyai bukti pengeluaran uang yang jelas dan dicatat dalam pembukuan yang sesuai dengan kaidah akuntansi. Dengan skema itu, tekad untuk bangkit dari kemiskinan dapat berjalan bersamaan dengan penerapan pengelolaan yang baik dan benar.
            Dalam kunjungan monitoring dan evaluasi di beberapa lokasi semua alur pelaksanaan terlaksana dengan cukup memadai. Sebagai contoh yang terjadi di sebuah desa di Wonosobo, pembentukan satuan kerja pengelola program melalui proses yang demokratis dimana penduduk dewasa di setiap RT memilih orang yang mereka nilai mampu dan dipercaya untuk mengelola kegiatan. Caranya dengan memasukan usulan nama mereka kedalam amplop tertutup yang diserahkan kepada Ketua RT atau langsung datang ke tempat pemilihan. Untuk mekanisme kontrol pun, masyarakat dapat mengeluhkan problematika pelaksanaan program melalui Ketua RT atau langsung kepada ketua satuan kerja pengelola program. Forum-forum desa juga dimanfaatkan untuk mensosialisaikan program dan mengontrol semisal pertemuan RT setiap sabtu malam atau pengajian RT. Untuk pelaksanaan dana bergulir, fasilitator dan konsultan aktif megawasi siapa saja yang rutin mengangsur ataupun yang tidak. Secara umum, masyarakat mendukung kegiatan PNPM Mandiri ini karena sangat kental gotong royongnya dan partsipasi langsung masyarakat. Ini bisa dibuktikan dengan aset hasil program yang berkualitas lebih baik dibandingkan dengan aset hasil pekerjaan oleh kontraktor. Nilai lebihnya adalah masyarakat mempunyai rasa memiliki atas aset tersebut dan dirasakan langsung.          
5.    Komentar Penutup
Dalam komentar tertutup, ada baiknya saya ulas penilaian BPK atas pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan, sebagai berikut:
  1. Ekslusivitas proyek yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat khusus (Petunjuk Teknis Operasional/PTO tersendiri) sehingga dalam pelaksanaannya kurang mempertimbangkan penyatupaduan dengan prosedur perencanaan pembangunan yang bersifat reguler. Ekslusivitas bisa terjadi karena adanya perbedaan antara pendekatan pembangunan reguler yang top-down approach dimana peran pemerintah dominan. Sedangkan Pendekatan PNPM Mandiri merupakan program yang memberikan masyarakat keleluasan melaksanakan.
  2. Karakter proyek bersifat sementara (ad hoc). Memang seharusnya ada kegiatan yang sifatnya terus menerus tidak tergantung dari pendanaan dari program ini. Kegiatan ekonomi berupa dana bergulir dapat diwujudkan sebagai kegiatan yang berkelanjutan jika memang ada bentuk badan hukum sesuai untuk melanjutkan dana bergulir.  
  3. Aspirasi masyarakat dan keputusan pemerintah cenderung belum menjadi satu keputusan pembangunan yang harmonis dan saling mendukung dikarenakan perencanaan pembangunan belum terpadu. Ini menjadi catatan penting sehingga untuk keberlanjutan program pengentasan kemiskinan sinergi antara pemerintah dan masyarakat harus terwujud.
  4. Pelaksanaan proyek masih berorientasi pada penguatan kapasitas masyarakat, belum sepenuhnya mengarah pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Seiring jalannya desentralisasi memang seharusnya kapasitas pemerintah daerah untuk program pengentasan kemiskinan harus didorong naik karena kompleksitas program kemiskinan memerlukan sumber daya manusia yang mumpuni.
  5. Penyediaan tenaga bantuan teknis (technical assistance) menciptakan ketergantungan masyarakat kepada unsur eksternal sehingga mengurangi bobot kemandirian. Semangat kebersamaan masyarakat desa dan kelurahan merupakan modal penting namun juga harus ada pengetahuan teknis yang memadai untuk implementasi program. Hal ini bisa diisi oleh peran pemerintah daerah dengan penguatan kapasitas mereka.

No comments:

Post a Comment