Monday 25 June 2012

Pilihan yang Sulit antara Pemaksimalan Kemakmuaran Pemegang Saham atau Fungsi Intermediasi Bank: Dilema Pertumbuhan Ekonomi Indonesia


Beny Trias Oktora
Economist Wanna Be...

Dari banyak variabel yang bisa mendorong lebih besar potensi pertumbuhan ekonomi sebuah negara, ada satu variabel yang cukup "signifikan" perannya yaitu perbankan. Peran itu adalah menjadi katalisator untuk menyupali "darah" lebih cepat dan besar agar perekonomian suatu negara dapat tumbuh lebih besar dan mencapai kapasitas yang maksimal. Sudah menjadi pemahaman yang cukup umum bahwa fungsi intermediasi perbankan begitu besar sehingga akan sangat berpengaruh dalam pencapaian produksi output dalam negeri. Mekanisme yang dikenal dari fungsi intermediasi perbankan adalah perbankan menyalurkan modal sebagai kredit (apapun bentuknya) kepada sektor riil untuk melakukan ekspansi atau memulai membangun usaha/bisnis. Kegiatan ekonomi yang dilakukan sektor riil dari permodalan yang diperoleh dari kredit perbankan akan selanjutnya menambah jumlah output dan jika dipakai untuk ekspansi tentunya akan menambah tenaga kerja (juga output). Rentetan atau sequence mekanisme tersebut yang secara teori diasumsikan variabel lain dalam kondisi yang ceteris paribus akan menghasilkan efek yang positif. Namun dari sisi lain (yang cukup teknis) jika kita menggabungkan fungsi intermediasi perbankan dengan aksioma pengelolaan korporasi (di zaman modern saat ini perbankan dikelola dengan menggunakan tata kelola korporasi) yaitu pemaksimalan kesejahteraan pemegang saham maka terlihat secara kasat mata bahwa kedua nilai tersebut akan berbenturan.

Kemudian, jika kita mencermati kondisi perekonomian Indonesia yang coba untuk melakukan "catching up" atau "leafrog" atau menjadi Newly Industrial Contries (NIC) peran perbankan merupakan satu dari variabel untuk mencapai itu maka peran maksimal dari perbankan menjadi sangat didambakan. Namun perkembangan yang sudah terjadi dimana perbankan yang dimiliki oleh negara dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Sate Own Enterprise (SOE) punya peran besar untuk meningkatkan output dalam negeri yang lebih besar harus juga "memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham" daripada menjadi katalisator atau melaksanakan peran intermediasi bank. Hal ini terlihat dari kewajiban dari perbankan BUMN/SOE untuk "menyetor" keuntungan mereka untuk APBN.

Tulisan singkat ini mencoba untuk menginvestigasi ke-efektif-an aksioma pemaksimalan kesejahteraan pemegang saham yang menjadi "jargon" dalam pengelolaan modern sebuah korporasi bagi pertumbuhan ouput dalam negeri dan ke-efektif-an fungsi intermediasi perbankan yang maksimal bagi terciptanya peningkatan pertumbuhan output dalam negeri. 


Cost and benefit dari kewajiban bank BUMN/SOE untuk menyetor deviden kepada APBN apakah akan bermanfaat bagi peningkatan pertumbuhan output dalam negeri? 



Yang jika diuraikan tujuan setoran deviden untuk APBN adalah untuk mendukung pendanaan APBN yang tentunya diujungnya untuk meningkatan pertumbuhan output dalam negeri. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana/apa peran APBN bagi pertumbuhan output dalam negeri dalam ukuran besar, sedang atau kecil? 

Fungsi intermediasi perbankan dalam penciptaan peningkatan output dalam negeri "diyakini" efektifitasnya melalui pendanaan sektor riil. Secara sederhana dengan biaya pendanaan yang moderat atau proporsional 










No comments:

Post a Comment