Sunday 29 July 2012

Kedelai, Tempe, Importir, Kartel dan Perdagangan Bebas

Kedelai

Beny Trias Oktora

Ekonom


Setelah berakhirnya demonstrasi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat kenaikan bahan mentah kedelai dan hiruk-pikuk yang menyertainya memunculkan beberapa pertanyaan yang tepat untuk diajukan terkait kedelai, tempe (one of my favorite dish at breakfast, lunch, dinner even for snack), importir dan perdagangan bebas.
  1. Apakah kebijakan proteksionis dari pemerintah dalam rangka melindungi kedelai lokal dengan hambatan bea masuk yang tinggi menciptakan kartel kedelai yang dapat seenaknya sendiri mengatur distribusi dan harga?
  2. Apakah dengan menghilangkan hambatan perdagangan yang menjadi jargon utama perdagangan bebas "removed all trade barriers" akan membuat harga kedelai lebih murah dan menguntungkan produsen tempe dan akan merugikan petani kedelai?
  3. Jika pertanyaan pertama dan kedua benar adanya, makanya apakah lebih banyak pihak yang diuntungkan yaitu produsen tempe, konsumen, kartel hilang sedangkan yang dirugikan hanya petani kedelai saja?
  4. Yang terakhir, terutama dengan adanya kisruh kartel akibat kebijakan proteksionisme pemerintah atas produk kedelai, apakah dengan fakta demikian perdagangan bebas menjadi solusi untuk menghilangkan kartel dan memastikan pasokan dengan harga pasar sesungguhnya?
Kisruh penolakan kenaikan harga kedelai dan tindakan sweeping tempe sebenarnya sudah menjawab semua pertanyaan diatas.

Dengan pasokan kedelai lokal yang susah untuk memenuhi kebutuhan nasional kemudian ada sebagian kebutuhan yang diimpor yang kemungkinan hanya dimainkan oleh segelintir pemasok untuk mencari keuntungan terlalu besar menciptakan kelangkaan memicu kenaikan harga. Kemudian dengan untuk melindungi kedelai dalam negeri yang kalah bersaing dengan harga kedelai impor pemerintah levy high tax barrier yang menambah harga makin meroket. Apakah skema seperti ini akan dilanjutkan?

Jika hambatan bea masuk kedelai dihilangkan maka harga lebih murah, pasokan aman dan kartel hilang. Namun petani kedelai menelan pil pahit. Pertanyaannya kenapa harga kedelai lokal lebih mahal padahal kedelai impor harus bayar ongkos kirim untuk ekspor? Tentunya kedelai impor lebih kompetitif karena entah lebih efesien dalam produksi (misal adanya kemudahan dan fasilitas dari pemerintahnya) atau harga disubsidi pemerintah.

Apakah bisa disimpulkan dengan menghilangkan hambatan perdagangan kedelai akan menormalkan kembali harga kedelai sesuai harga pasar? Let see.

No comments:

Post a Comment